“Profil Konselor yang Profesional Upaya Menuju
Profesionalisasi Konseling”
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
(Prayitno, 2004:38), mengatakan
profesi merupakan suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian dari para
petugasnya. Profesi juga diartikan sebagai suatu pekerjaan atau karir yang
bersifat pelayanan bantuan keahlian dengan tingkat kelipatan yang tinggi untuk
kebahagiaan pengguna berdasarkan norma-norma yang berlaku (Dirjen Dikti
Depdikna, 2004 : 5). Jadi, dari pengertian tersebut maka dapat dirumuskan bahwa
profesi merupakan suatu pekerjaan yang bersifat pelayanan bantuan yang menuntut
keahlian dari para petugasnya. Ada
beberapa istilah yang berkaitan dengan profesi, diantaranya adalah kata
profesioanal, profesionalisasi, dan profesionalisme.
Berbagai upaya
memang harus diselenggarakan untuk mengembangkan pelayanan bimbingan dan
konseling kearah pemenuhan persyaratan profesi itu, yakni berkenaan dengan
unjuk kerja konselor dalam upaya menuju professionalisasi konseling.
2. Rumusan Masalah
Didalam menyusun
makalah ini penulis memberikan rumusan masalah untuk memudahkan penulis dalam
hal penyusunan materi , sehingga tidak terjadi kerancauan dalam menyajikan
materi. Adapun rumusan masalah antara lain :
a)
Apa pengertian profil seorang
konselor ?
b)
Bagaimana pengertian dan ciri
konselor yang profesional ?
c)
Bagaimana upaya menuju
profesionalisasi konseling
d)
Bagaimana tugas
profesionalisasi konseling ?
3. Tujuan
Setelah mempelajari bab ini maka
diharapkan dapat mengerti dan memahami wawasan tentang :
a)
Profil seorang konselor.
b)
Profesionalisasi pelayanan
bimbingan dan konseling serta konselor.
c)
Pengembangan profesi bimbingan
dan konseling.
d)
Tugas profesionalisasi
konseling.
4. Kegunaan Penulisan
Makalah ini sangat bermanfaat bagi
sekolah, siswa, maupun konselor.
a)
Bagi Sekolah
Dengan adanya keprofesionalisasian proses bimbingan dan konseling
menjadi lancar.
b)
Bagi Siswa
Siswa dapat memahami dan menyelesaikan masalahnya sendiri dengan
adanya bantuan dari bimbingan dan konseling.
c)
Bagi Konselor
Konselor dapat memahami karakteristik setiap siswa.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Profil Seorang Konselor
Profil yang
menampilkan ciri-ciri seorang konselor yang dikenal sejak lama. Tahun 1994 Graves telah menunjukkan bahwa seorang konselor hendaknya
memilki integritas dan vitalitas, gesit, dan terampil, memiliki kemampuan
menilai dan memperkirakan secara tajam, standar personal yang tinggi, terlatih dan
berpengalaman luas. Dowson (1984) melihat bahwa konselor perlu memilki
ciri-ciri objektif, menghormati anak, memahami dirinya sendiri, matang dalam
menilai dan memperkirakan, mampu mendengar dan menyimpan rahasia, teguh dalam
pendirian, mempunyai rasa humor, mampu mengeritik secara membangun, serta
memiliki kepribadian yang matang dan terintegrasikan. Pada itu juga telah dikenal
24 ciri yang menonjol dari seorang konselor, diantaranya : jujur, setia, sehat,
berkepribadian dan berwatak baik, memiliki filsafat hidup yang mantab, serta
mamiliki sikap bahwa apa yang dilakukannya itu merupakan suatu hal yang harus
dilakukannya.
Konselor juga
digambarkan sebagai orang yang memiliki sifat-sifat kewanitaan atau keibuan
(Farson, 1954), seperti lembut, menyenangkan, suka memberi dan tidak banyak
menuntut dan sebagainya. Rumusan yang diberikan oleh ASCA (1964) tentang sifat
dasar dan pekerjaan konselor ialah sebagai “ misi dengan keterkaitannya yang
mendalam terhadap nilai-nilai kemanusiaan”.
Munro, Manthei, dan
small (1979) mengutarakan beberapa hal yang menyangkut profil konselor.
Mereka menyatakan bahwa walaupun tidak ada pola yang tegas
tentang sifat-sifat atau cirri-ciri kepribadian yang harus dimiliki oleh
konselor yang efektif, tetap sekurang-kurangnya seorang konselor haruslah
memiliki sifat-sifat luwes, hangat, dapat menerima
orang lain, terbuka, dapat merasakan penderitaan orang lain,
mengenal dirinya sendiri, tidak berpura-pura, menghargai orang lain, tidak mau
menang sendiri dan objektif.
Penelitian terhadap ciri-ciri
kepribadian ini sangat sulit karena adanya berbagai
faktor, seperti ketidaksamaan
bahasa, masalah-masalah pembandingan dan pengukuran dan masalah pemakaian hasil
penelitian itu sendiri.
Konselor Sebagai Model
Penampilan model
dapat dilakukan dalam semua suasana belajar. Penampilan model ini merupakan
cara belajar yang dilakukan dengan cara meniru perbuatan-perbuatan atau
perilaku orang lain. Konseli meniru perbuatan konselor, proses ini tidak dapat
dihindari dan diluar kekuasaan konselor.
Seorang konselor hendaknya menyadari dan menerima dirinya, dan berbagai
tingkah lakunya. Sehingga penampilannya itu sebagai model yang mantap. Yang
berguna bagi hubungan pemecahan masalah secara efektif. Konselor yang efektif
adalah konselor yang dapat menciptakan hubungan yang bersifat mambantu, tanpa
tekanan dari konselinya, sehingga konselor dan konseli bersama-sama dapat
merasa nyaman, aman, tenteram untuk saling berhubungan secara bebas dan
spontan.
KONSELOR SEKOLAH
Konselor sekolah adalah tenaga professional, pria maupun
wanita yang mendapat pendidikan khusus bimbingan dan konseling, secara ideal
berijasah sarjana dari FIP-IKIP atau jurusan/program studi bimbingan dan
konseling sekolah, dan jurusan/program studi psikologi pendidikan dan
bimbingan, serta jurusan-jurusan /program studi yang sejenis. Para
tamatan tersebut setelah bertugas di sekolah adalah menjadi tenaga professional.
“Tenaga ini dapat disebut “full-time guidance couenselor”, karena seluruh waktu
dan perhatiannya dicurahkan pada pelayanan bimbingan dan karena dialah menjadi
penyuluh utama di sekolah”. (W.S.Winkel.S.J,Sc.,1981).
A.Tugas-tugas Konselor
Sekolah
Secara terperinci
tugas-tugas, tanggung jawab dan wewenang konselor sekolah dalam pelaksanaan
layanan bimbingan sekolah, meliputi :
a)
Mengkoordinir penyusunan
program bimbingan di sekolah.
b)
Melaksanakan bimbingan kelompok
maupun bimbingan individual (wawancara konseling)
c)
Membantu siswa yang menghadapi
kesulitan dalam membuat rencana pendidikan, pekerjaan dan jabatan atau karir.
d)
Membantu siswa untuk memahami
dan mengadakan penyesuaian kepada diri sendiri, lingkungan sekolah dan
lingkungan sosial.
e)
Menyelenggarakan pertemuan dan
mengadakan konsultasi dengan guru bidang studi, wali kelas dan staf sekolah
lainnya tentang masalah dan perkembangan pribadi siswa.
B.Persyaratan Konselor
Sekolah.
Seorang konselor
sekolah haruslah memenuhi persyaratan tertentu, antara lain :
1.Persyaratan Pendidikan
Formal
a)
Pendidikan
Secara professional seorang konselor sekolah hendaknya
telah mencapai tingkat pendidikan sarjana bimbingan. Dalam masa pendidikannya
pada institusi bersangkutan seorang konselor harus menempuh mata kuliah tentang
prinsip-prinsip dan praktek bimbingan. Dan bidang yang harus dikuasai antara
lain :
1.proses konseling
2.pemahaman individu
3.informasi dalam bidang pendidikan, pekerjaan, dan
jabatan atau karir.
4.administrasi dan kaitannya dengan program bimbingan.
5.prosedur penelitian dan penilaian bimbingan.
b)
Pengalaman
Seorang konselor sekolah yang
professional hendaknya telah memilki pengalaman mengajar atau melaksanakan
praktek konseling salama dua tahun, ditambah satu tahun pengalaman bekerja di
luar bidang persekolahan, tiga bulan sampai enam bulan praktek konseling yang
diawasi oleh team pembimbing atau praktek intership, dan pengalaman-pengalaman
yang ada kaitannya dengan kegiatan sosial, seperti kegiatan sukarela dalam
masyarakat, bekerja dengan orang lain, dan menunjukkan kemampuan memimpin
dengan baik.
c)
Kecocokan Pribadi
Sifat-sifat pribadi atau kualifikasi pribadi yang harus
dimiliki oleh seorang konselor sekolah dalam kaitannya dengan persyaratan
formal nampak dalam empat kelompok, yaitu :
1)
Bakat Skolastik (Scholastic
aptitude) yang dimiliki seorang konselor harus baik, sehingga mereka akan dapat
menyelesaikkan studinya di perguruan tinggi dengan hasil yang memuaskan.
2)
Minat (interest) yang mendalam
untuk bekerjasama dengan orang lain.
3)
Kegiatan-kegiatan (activities)
yang dilakukannya.
4)
Faktor kepribadian (personality
factors). Seoarang konselor harus memiliki kematangan emosi, yang dapat
diteliti dari situasi kehidupan kepribadiannya, kesabaran, keramahan,
keseimbangan batin, tidak lekas menarik diri dari situasi yang rawan, cepat
tanggap terhadap kritik, humor dan sebagainya.
2.Persyaratan Kepribadian
1)
Memiliki pemahaman terhadap
orang lain secara obyektif dan simpati.
2)
Memiliki kemampuan untuk
bekerjasama dengan orang lain secara baik dan lancar.
3)
Memahami batas-batas kemampuan
yang ada pada dirinya sendiri.
4)
Memilki minat yang mendalam
mengenai murid-murid dan berkeinginan sungguh-sungguh untuk memberikan bantuan
kepada mereka.
5)
Memiliki kedewasan pribadi,
spiritual mental, sosial, dan fisik.
3.Persyaratan Sifat dan
Sikap
1)
Sifat dan sikap unuk menerima
klien sebagaimana adanya (acceptance).
2)
Penuh pengertian atau pemahaman
terhadap klien secara jelas.
3)
Benar dan menyeluruh dari yang
diungkapkan oleh klien,
4)
Kesungguhan serta
mengkomunikasikan pemahamannya tentang bagaimana klien berusaha untuk
mengekspresikan dirinya.
5)
Mempunyai sikap yang ramah,
supel, fleksibel yang harus dimiliki oleh seorng konselor sekolah.
B. Pengertian dan Ciri-Ciri Profesi
Istilah “profesi”
memang selalu menyangkut pekerjaan, tetapi tidak semua pekerjaan dapat disebut
sebagai profesi. Untuk mencegah kesimpangsiuran tentang arti profesi dan
hal-hal yang bersangkutan dengan itu, berikut ini dikemukakan beberapa istilah
dan ciri-ciri profesi.
1. Beberapa istilah tentang profesi
Berkaitan dengan
“profesi” ada beberapa istilah yang hendaknya tidak dicampuradukkan, yaitu
profesi, professional, profesionalisme, profesionalitas, dan profesionalisasi.
“Profesi” adalah
suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian dari para petugasnya. Artinya,
pekerjaan yang disebut profesi itu tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan
secara khusus terlebih dahulu untuk melakukan pekerjaan itu.
“Profesional”
menunujuk pada dua hal. Pertama, orang yang menyandang suatu profesi ; misalnya
sebutan dia seorang “professional”. Kedua, penampilan seorang dalam melakukan
pekerjaan yang sesuai dengan profesnya. Dalam pengertian yang kedua ini,
istilah professional sering dipertentangkan dengan istilah non professional
atau amatiran.
“Profesionalisme”
menunjuk pada komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan
profesionalnya dan terus-menerus mengembangkan strategi-strategi yang
digunakannya dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya.
“Profesionalitas”
mengacu kepada sikap para anggota suatu profesi terhadap profesinya serta
derajat pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki dalam rangka melakukan
pekerjaannya.
“Profesionalisasi”
menunjuk pada proses peningkatan kualifikasi maupun kemampuan para anggota
suatu profesi dalam mencapai criteria yang standard penampilanya sebagai
anggota suatu profesi. Profesionalisasi paa dasarnya merupakan serangkaian
proses pengembangan keprofesionalan, baik dilakukan melalui pendidikan/latihan
pra-jabatan maupun pendidikan/latihan dalam jabatan. Oleh sebab itu,
profesionalisasi merupakan proses yang berlangsung sepanjang hayat tanpa henti.
2. Ciri-Ciri Profesi
Suatu jabatan atau
pekerjaan disebut profesi apabila ia memiliki syarat-syarat atau ciri-ciri.
Sejumlah ahli seperti Mc.Cully, 1963; Tolbert, 1972; dan Nugent, 1981, telah
merumuskan syarat-syarat dari suatu profesi antara lain :
a)
Suatu profesi merupakan suatu
jabatan atau pekerjaan yang memiliki fungsi dan kebermaknaan social yang sangat
menentukan.
b)
Untuk mewujudkan fungsi
tersebut pada butir di atas para anggotanya (petugasnya dalam pekerjaan itu)
harus menampilkan pelayanan yang khusus yang didasarkan atas teknik-teknik
intelektual, dan ketrampilan-ketrampilan tertentu yang unik.
c)
Penampilan pelayanan tersebut
bukan hanya dilakukan secara rutin saja, melainkan bersifat pemecahan masalah
atau penanganan situasi kritis yang menuntut pemecahan dengan menggunakan teori
atau metode ilmiah.
d)
Para anggotanya mempunyai kerangka ilmu yang sama yaitu yang didasarkan
atas ilmu yang jelas, dan eksplisit; bukan hanya didasarkan atas akal sehat
(common sence) belaka.
e)
Untuk dapat menguasai kerangka
ilmu itu diperlukan pendidikan dan latihan dalam jangka waktu yang cukup lama.
f)
Para anggotanya secara tegas dituntut memiliki kompetensi minimum
melalui prosedur seleksi, pendidikan dan latihan, serta lisensi maupun
sertifikasi.
C. Pengembangan Profesi Bimbingan dan Konseling
Diyakini bahwa
pelayanan bimbngan dan konseling adalah suatu profesi yang dapat memenuhi
ciri-ciri dan persyaratan tersebut. Namun, berhubung dengan perkembangannya
yang masih tergolong baru, terutama di Indonesia, dewasa ini pelayanan
bimbingan dan konseling belum sepenuhnya mencapai persyaratan yang diharapkan
itu. Sebagai profesi yang handal, bimbingan dan konseling masih perlu
diperkembangkan, bahkan diperjuangkan.
Pengembangan profesi bimbingan dan
konseling antara lain melalui :
a)
Standarisasi Untuk Kerja
Profesional Konselor
Masih banyak orang yang memandang
bahwa pekerjaan bimbingan dan
konseling dapat dilakukan oleh siapapun juga, asalkan
mampu berkomunikasi dan berwawancara. Anggapan lain mengatakan bahwa pelayanan
bimbingan dan konseling semata-mata diarahkan pada pemberian bantuan berkenaan
dengan upaya pemecahan masalah dalam arti yang sempit saja. Ini jelas merupakan
anggapan yang keliru. Pelayanan bimbingan dan konseling tidak semata-mata
diarahkan pada pemecahan masala saja, tetapi mencakup berbagai jenis layanan
dan kegiatan yang mengacu kepada terwujudnya fungsi-fungsi yang luas. Berbagai
jenis bantuan dan kegiatan menurut adanya unjuk kerja professional.
b)
Standarisasi Penyiapan Konselor
Tujuan penyiapan ialah agar para
konselor memiliki wawasan dan menguasai serta dapat melaksanakan dengan
sebaik-baiknya. Penyiapan konselor itu dilakukan melalui program pendidikan
prajabatan, program penyetaraan, ataupun pendidikan dalam jabatan (seperti
penataran). Khusus tentang penyiapan konselor melalui program pendidikan dalam
jabatan, waktunya cukup lama, dimulai dari seleksi dan penerimaan calon
mahasiswa yang akan mengikuti program sampai para lulusannya diwisuda. Program
pendidikan prajabatan konselor adalah jenjang pendidikan tinggi.
c)
Akreditasi
Lembaga pendidikan konselor perlu
diakredtasi untuk menjamin mutu lulusannya. Akreditasi itu meliputi penilaian
terhadap misi, tujuan, struktur dan isi program, jumlah dan mutu pengajar,
prosedur, seleksi , mutu penyelenggaraan program, penilaian keberhasilan
mahasiswa dan kebehasilan program, potensi pengembangan lembaga, unsur-unsur
penunjang, dan hubungan masyarakat. Untuk dapat diselenggarakannya akreditasi
secara baik perlu terlebih dahulu ditetapka standar pendidikan konselor yang
berlaku secara nasional. Penyusunan standar ini menjadi tugas bersama
organisasi profesi bimbingan dan konseling dan pemerintah.
Akreditasi dkenakan terhadap lembaga
pendidikan, baik milik swasta maupun pemerintah. Penyelenggara akreditasi ialah
pemerintah dengan bantuan organisasi profesi bimbingan dan konseling. Tujuan :
1)
Untuk menilai bahwa program
yang ada memenuhi standar yang ditetapkan oleh profesi.
2)
Untuk menegaskan misi dan
tujuan program.
3)
Untuk menarik konselor dan
tenaga pengajar yang bermutu tinggi.
4)
Untuk membantu para lulusan
memenuhi tuntutan kredensial, seperti lesensi.
5)
Untuk meningkatkan kemampuan
program dan pengakuan terhadap program tersebut.
d)
Sertifikasi dan Lisensi
Sertifikasi
merupakan upaya lebih lanjut untuk lebih memantapkan dan menjamin
profesionalisasi bimbingan dan konseling. Para
lulusan pendidikan konselor yang akan bekerja dilembaga-lembaga pemerintah,
misalnya di sekolah-sekolah diharuskan menempuh program sertifikasi yang
diselenggarakan oleh pemerintah. Sedangkan mereka yang hendak bekerja diluar
lembaga atau badan pemerintah diwajibkan memperoleh lisensi atau sertifikat
kredensial dari organisasi profesi bimbingan dan konseling. Hal ini semua
dimaksudkan untuk menjaga profesionalitas para petugas yang akan menangani
pelayanan bimbingan dan konseling.
e)
Pengembangan Organisasi Profesi
Organisasi
profesi adalah himpunan orang-orang yang mempunyai profesi sama, sesuai dengan
dasar pembentukan dan sifat organisasi itu sendiri, yaitu profesi dan
professional, maka tujuan organisasi profesi menyangkut hal-hal yang berbau
keilmuannya. Organisasi profesi tidak berorientasi pada keuntungan ekonomi
profesi ataupun pada penggalangan kekuatan politik, ataupun
keuntungan-keuntungan yang bersifat material lainnya. Tujuan organisasi profesi
dapat dirumuskan kedalam “Tri Darma Organisasi Profese”, yaitu :
1.pengembangan ilmu.
2.pengembangan pelayanan.
3.penegakan kode etik professional.
D. Tugas Profesional
Konseling
Mc Cully (1969)
memandang bahwa bidang layanan bimbingan dan konseling harus mampu menempuh dan
berhasil dalam enam “tugas perkembangan” apabila konselor tersebut hendak
melaksanakan bidang pekerjaan yang benar-benar professional.
a. Layanan sosial yang unik yang
ditampilkan oleh konselor harus dirumuskan sedemikian rupa sehingga jelas
memperlihatkan perbedaanya dari pelayanan ahli atau petugas lain.
b. Standar seleksi dan latihan
bagi calon konselor dikembangkan, standar ini harus mendapat persetujuan baik
dari kelompok professional maupun dari lembaga yang mempersiapkan tenga
konselor professional.
c. Agar standar seleksi dan
latihan itu bermanfaat dan menemui sasarannya perlu merumuskan prosedur
akreditasi terhadap lembaga penyiapan konselor.
d. Untuk meyakinkan para pemakai
jasa konseling bahwa konselor-konselor yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan
konselor itu memang memiliki paling tidak kompetensi minimum sebagai konselor
professional.
e. Konselor yang telah memiliki
kualifikasi sebagai konselor profeional harus secara aktif memperjuangkan
pengembangan dan penyelenggaraan
kebebasan (otonomi) professional yang memungkinkannya melaksanakan
layanan khusus yang menjadi kewajibannya.
f. Kelompok konselor harus
memiliki dan menerapkan kode etik yang mengatur dan mengontrol perilaku para
anggotanya.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Pendidikan konselor
perlu mendapatkan perhatian yang seksama, terutama dari profesi konseling
sendiri. Profil konselor yang dibina adalah yang dijiwai leh nilai-nilai luhur
pancasila. Untuk ini semua lembaga pendidikan konseling harus mampu menangkap
tuntutan masyarakat dalam keadaannya yang sedang berlangsung sekarang dan
memadukannya dengan pancasila sebagai filsafat dan moral dasar dalam menyiapkan
konselor untuk masa depan.
daftar pustaka :
Prayitno. 1995. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelopmpok (Dasar dan
Profil), Jakarta : Ghalia Indonesia.
Sukardi, Dewa Ketut. 1983. Organisasi Administrasi Bimbingan
Konseling di Sekolah. Surabaya
: Usaha Nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar