Rabu, 16 Mei 2012

perkembangan kognitif remaja

Perkembangan Kognitif Remaja

PEMBAHASAN

A. Pengertian
            Masa remaja adalah suatu periode kehidupan dimana kapasitas untuk memperoleh dan menggunakan pengetahuan secara efisien mencapai puncaknya (Mussen, Conger dan Kagan, 1969). Hal ini dikarenakan selama periode remaja ini proses pertumbuhan otak mencapai kesempurnaan. Selain itu pada masa remaja jugaterjadi reorganisasi lingkaran saraf prontal lobe (belahan otak bagian depan sampai pada belahan atau celah sentral). Prontal lobe ini berfungsi dalam aktivitas kognitif tingkat tinggi, seperti kemampuan merumuskan perencanaan strategis atau kemampuan mengambil keputusan (Carol & David R., 1995).
            Istilah intelek berasal dari bahasa inggris intellect yang menurut Chaplin (1981) diartikan sebagai :
1.      Proses kognitif, proses berpikir, daya menghubngkan, kemampuan menilai dan kemampuan mempertimbangkan.
2.      Kemampuan mental atau intelegensi.
Menurut Mahfudin Salahudin (198), intelek adalah akal budi atau intelegensi yang berarti kemampuan untuk meletakkan hubungan dari proses berpikir.
Di tinjau dari prespektif teori kognitif piaget maka, pemikiran masa reamja telah mencapai tahap pemikiran operasional formal, yakni suatu tahap perkembangan kognitif yang di mulai pada usia kira-kira 11 atau 12 ahn dan terus berlanjut sampai remaja mencapai masa tenang atau dewasa (Lerner & Hustlsch,1983). Pada ahap ini remaja sudah mampu berpikir secara sistematik, mampu memkirkan semua kemugkinan untuk memecahkan permasalahan.
Berdasrkan teori dan eksperimen dari piaget tersebut Keating (alam seiffert dan hoffnung, 1994), membedakan gaya pemikiran formal operasional dari gaya pemikiran konkrit operasional dalam tiga hal penting. Pertama, penekanan pada kemungkinan vs kenyatan (emphasizing the possible vs the real). Kedua, penggunaan penalaran ilmiah (using scientific reason). Ketiga, Kecakapan dalam mengkombinasikan ide-ide (skillfully combining ideas).
 
B.Tahapan Perkembangan Kognitif
            Menurut Jean Piaget tahapan perkembangan pada masa anak remaja adalah pada :
Tahap Operasional Formal, yakni pada usia 11 tahun sampai 20 tahun. Pada tahap ini anak telah mampu mewujudkan suatu keseluruhan dalam pekerjaannya yang merupakan hasil dari berpikir logis. Mampu bepkir abstrak dan memecahkan persoalan yang bersifat hipotesis.
Karakteristik :
·         Individu dapat encapai logika dan rasio serta dapat menggunakan abstraksi.
·         Individu mulai mampu berpikir logis dengan objek-objek yang abstrak.
·         Individu mulai mampu memecahkan persoalan-persoalan yang ersifa hipotesis.
·         Individu mulai mampu membuat perkiraan di amsa depan.
·         Ndividu mulai mampu mengintropeksi diri sendiri sehingga kesadaran diri sendiri tercapai.
·         Individu mulai mampu membayangkan peranan-peranan yang akan diperankan sebagai orang dewasa.
·     Individu mulai mampu untuk menyadari diri mempertahankan kepentingan masyarakat dilingkungannya dan seseorang dalam masyarakat tersebut.

C.Fakor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif
1.      Faktor Hereditas.
Potensi yang dibawa anak semenjak dalam kandungan, tidak akan berkembang aau terwujud secara optimal apabila lngkungan tidak member kesempatan untuk bekembang. Oleh karena itu, peranan lingkungan sangat menentukan perkembangan intelektual anak.
2.      Faktor lingkungan.
Unsur-unsur yang mempengaruhi :
a.       Keluarga
Intervensi yang paling penting dilakukan oleh keluarga atau orang tua adalah memberikan pengalaman pada anak dalam berbagai bidang kehidpan sehingga anak memiliki informasi yang banyak yang merupakan alat bagi anak untuk berpikir.
b.      Sekolah
Sekolah adalah lembaga yang formal yang diberi tanggung jawab untuk meningkatkan perkembangan anak termasuk perkembangan berpikir anak. Beberapa cara untuk mengembangkan intelektual anak adalah sebagai berikut :
·         Menciptakan interaksi atau hubungan yang akrab dengan peserta didik.
·         Member kesempatan kepada peserta didik untuk berinteraksi dengan orang-orang yang lebih berpengalaman dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan.
·         Menjaga dn meningkatkan pertumbuhan fisik anak, baik melalui kegiatan olahraga maupun menyediakan gizi yang cukup.
·         Meningkatkan kemampuan berbahasa peserta didik.
3.      Faktor Ekonomi
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada pusat pengembangan anak yayasan compassion Indonesia di kota malang, ditemukan bahwa :
·         Sebagian besar tingkat motivasi berprestasi reamja miskin berada pada kategori rendah
·         Sebagian besar tingkat nilai kesuksesan berprestasi remaja miskin berada pada kategori rendah.
·         Ada hubungan yang signifikan antara nilai kesuksesan dan motivasi berprestasi.
·         Kemiskinan membatasi anak-anak memperoleh pendidikan.
·         Kemiskinan juga mempengaruhi kehidupan sosial.


D.Hubungan Nilai Kesuksesan dan Motivasi Berprestasi Remaja Miskin
            Salah satu penyebab kemiskinan adalah adanya culture of poverty dan streotipe orang miskin tidak bisa maju, yang menyebabkan masyarakat miskin tidak memiliki keinginan atau keyakinan untuk sukses. Lingkungan budaya dan streotipe miskin mungkin member pengaruh negaif pada motivasi berprestasi, nilai dan ekspektansi remaja miskin terhadap kesuksesan. Namun bila melihat ciri-ciri remaja pada umumnya, dimana remaja remaja cenderung idealis, memiliki pemikiran fantasi ke depan dan memiliki nilai pribadi yang kadang tidak sesuai dengan orang dewasaatau lingkungannya, mungkin saja remaja miskin tidak terimbas pengaruh budaya dan streotip kemiskinan dari lingkungan. Kesenjangan pendapat ini merupakan bagian latar belakang permasalahan.
            Bila melihat fakta yang ada di Indonesia, selain merupakan permaslahan ekonomi, kemiskinan juga menjadi akar permasalahan berbagai aspek kehidupan. Kemiskinan mempengaruhi bidang kesehatan masyarakat. Ketidakmampuan financial menyebabkan masyarakat miskin sering tidak mendapatkan asupan gizi yang cukup, sulit untuk membiayai pengobatan ketika sakit, keterbatasan dana untuk menciptakan sanitasi lingkungan yang baik dan bahkan menyebabkan kejadian yang cukup ekstrim seperti kelaparan dibeberapa daerah di Indonesia yang menyebabkan banyak balita menderita gizi buruk.
            Kemiskinan membatasi kesempatan anak-anak memperoleh pendidikan seperti yang diungkapkan dalam Kompas (2007:1) “sejumlah warga Negara kurang mampu menyatakan pesimis bisa memberikan bekal pendidikan kepada anak-anka mereka, minimal hingga jenjang SLTA. Ummunya, kendala yang mereka hadapi adalah belitan kemiskinan sehingga prioritas pendidikan tergeser oleh pendidikan sehari-hari”.
            Namun berdasarkan informasi yang diperoleh di lapangan, pada kenyataannya banyak reamaja miskin yang di bina dalm pusat pengembangan Anak Yayasan Compassion masih memiliki motivasi berprestasi yang rendah. Ada kemungkinan keterbatasan ekonomi dianggap sebagai halangan besar bagi masyarakat miskin untuk berambisi merelisasikan dorongan dan kebutuhan untuk maju sehingga ekspektansi remaja ini terhalangi. Karena mereka menderita kemiskinan maka seolah-olah mereka tidak berdaya untuk mencapai cita-cita yang tinggi, sehingga cenderung memilih cara hidup pasrah, mengalir dan hanya menjalani apa yang ada. Bahkan hal ini diperparah dengan adanya streotipe budaya yang cenderung membatasi. Kuntoro (1995:44) mengungkapkan bahwa “ dalam budaya masyarakat miskin seperti di jawa, motivasi dan kebutuhan untuk maju yang melebihi batas seolah-olah tidak disetujui umum, sebagaimana ungkapan “Cebol Nggayuh Lintang”. Ungkapan ini menunjukan sesuatu yang tak masuk akal jika orang miskin mempunyai cita-cita tinggi”. Atau mungkin salah satu penyebab kurangnya motivasi berprestasi miskin ini dikarenakan nila-nilai budaya kemiskinan yang terinternalisasi dari lingkungan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar