Senin, 21 Mei 2012

Peranan Pemimpin Dalam Kelompok


BAB I
PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang
Kepemimpinan dalam kelompok menjadi hal yang sangat strategis untuk diperhatikan  pada usaha pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan kelompok. Kepemimpinan kelompok merupakan kemampuan seseorang untuk mempengaruhi anggota kelompoknya untuk bertingkah laku seperti yang dikehendaki oleh pemimpin dalam mencapai tujuan kelompok secara bersama.
Dalam kelompok selalu ada pemimpin yang dapat menampilkan berbagai peranan, khususnya dalam mengerakkan anggota agar melakukan berbagai kegiatan untuk mencapai tujuan kelompok. Alasan lain pentingnya kepemimpinan dalam kelompok adalah pada berbagai kondisi masyarakat desa, maupun masyarakat kota yang satu dengan lain sangat berbeda karakteristiknya serta cara mencapai tujuan dari kelompok itu sendiri.
           
1.2 Rumusan Masalah
1.      Pengertian Peranan
2.      Pengertian Pemimpin dan kepemimpinan
3.      Pengertian kelompok
4.      Peranan Pemimpin dalam Kelompok
5.      Kualifikasi pemimpin kelompok yang efektif.

1.3 Tujuan Makalah
      Dalam penulisan makalah ini mempunyai tujuan agar pembaca dapat mengerti dan memahami tentang Peranan Pemimpin dalam Bimbngan Kelompok secara menyeluruh.




BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Peranan

Peranan merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan (status). Apabila seseorang yang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peranan (Soekanto 1984: 237).
Analisis terhadap perilaku peranan dapat dilakukan melalui tiga pendekatan :
(1)   ketentuan peranan,
(2)    gambaran peranan,
(3)   harapan peranan.
Peranan adalah adalah pernyataan formal dan terbuka tentang perilaku yang harus ditampilkan oleh seseorang dalam membawa perannya. Gambaran peranan adalah suatu gambaran tentang perilaku yang sacara aktual ditampilkan sesorang dalam membawakan perannya, sedangkan harapan peranan adalah harapan orang-orang terhadap perilaku yang ditampilkan seseorang dalam membawakan perannya (Berlo 1961: 153).

2.2 Pengertian Pemimpin dan Kepemimpinan
Slamet (2002: 29) menyebutkan bahwa kepemimpinan merupakan suatu kemampuan, proses, atau fungsi pada umumnya untuk mempengaruhi orang-orang agar berbuat sesuatu dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Selanjutnya dikemukakan oleh Slamet (2002: 30) bahwa kepemimpinan penting dalam kehidupan bersama dan kepemimpinan itu hanya melekat pada orang dan kepemimpinan itu harus mengenal kepada orang yang dipimpinnya. Hal ini berarti harus diakui secara timbal balik, misalnya sasaran yang dipimpin harus mengakui bahwa orang tersebut adalah pemimpinnya.
Kepemimpinan adalah suatu upaya untuk mempengaruhi pengikut bukan dengan paksaan untuk memotivasi orang mencapai tujuan tertentu. Kemampuan mempengaruhi erat kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan dari para anggotanya (Gibson 1986: 334) Hubungan pemimpin dengan anggota berkaitan dengan derajat kualitas emosi dari hubungan tersebut, yang mencakup tingkat keakraban dan penerimaan anggota terhadap pemimpinnya. Semakin yakin dan percaya anggota kepada pemimpinnya, semakin efektif kelompok dalam mencapai tujuannya. Dalam hubungan pemimpin dengan anggotanya perlu diperhatikan antisipasi kepuasan anggota dan harus dipadukan dengan tujuan kelompok, motivasi anggota dipertahankan tinggi, kematangan anggota dalam pengambilan keputusan dan adanya tekat yang kuat dalam mencapai tujuan ( Slamet 2002: 32).
 Faktor-faktor penting yang terdapat dalam pengertian kepemimpinan:
(1)   Pendayagunaan pengaruh,
(2)    Hubungan antar manusia,
(3)    Proses komunikasi dan
(4)    Pencapaian suatu tujuan.
 Kepemimpinan tergantung pada kuatnya pengaruh yang diberi serta intensitas hubungan antara pemimpin dengan pengikut (Ginting 1999: 21) Siangian S (1999: 208) ada tiga macam gaya kepemimpinan yang telah dikenal secara luas yaitu:
a. Demokratis, yaitu gaya kepemimpinan yang mengarah kepada pengambilan keputusan sebagai keputusan bersama dari seluruh anggota sistem sosial yang bersangkutan.
b. Otokrasi yaitu gaya kepemimpinan yang mengarah kepada pengambilan keputusan tergantung kepada pemimpinnya sendiri.
c. Laissez faire, yaitu gaya kepemimpinan yang menyerahkan pengambilan keputusankepada masing-masing anggota sistem sosial itu sendiri.
Gaya kepemimpinan yang ada dalam suatu kelompok atau masyarakat tergantung pada situasi yang terdapat pada kelompok/ masyarakat tersebut. Dalam situasi yang sangat menguntungkan atau sangat tidak menguntungkan cenderung gaya kepemimpinannya bersifat otoriter. Pada situasi dimana hubungan antara anggota dengan pemimpinnya sedang-sedang saja atau anggota kelompok sangat dipentingkan maka gaya kepemimpinan lebih diarahkan pada gaya kepemimpinan demokratis.

2.3 Pengertian Kelompok
          Webster (1973) mengemukakan bahwa kelompok adalah dua atau lebih benda atau orang yang membentuk suatu pola atau suatu unit pola, suatu kesatuan orang-orang atau benda-benda yang membentuk suatu unit yang terpisah, suatu himpunan, suatu persatuan, suatu kumpulan obyek yang mempunyai hubungan, kesamaan, atau sifat-sifat yang sama. Interaksi dalam kelompok akan meningkat bila anggota-anggota kelompok mempunyai masalah yang sama dan berusaha memecahkannya secara bersama-sama sehingga kebutuhannya dapat terpenuhi.

2.4 Peranan Pemimpin dalam kelompok
Seorang pemimpin harus dapat melakukan sesuatu bagi anggotanya sesuai dengan jenis kelompok yang dipimpinnya. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh pemimpin untuk dapat mendinamiskan kelompok yaitu:
(1)   mengidentifikasi dan dan menganalisis kelompok beserta tujuannya,
(2) membangun struktur kelompok,
(3)   inisiatif,
(4)    usaha pencapaian tujuan,
(5)    mempermudah komunikasi dalam kelompok,
(6)   mempersatukan anggota kelompok, dan (6) mengimplementasikan filosofi. (Slamet 2002: 34).
Robinson dalam (Ginting 1999: 26-27) Para ahli mengemukakan bahwa peranan yang perlu ditampilkan pemimpin adalah:
1.      mencetuskan ide atau sebagai seorang kepala,
2.       memberi informasi,
3.      sebagai seorang perencana,
4.      memberi sugesti,
5.       mengaktifkan anggota,
6.       mengawasi kegiatan,
7.       memberi semangat untuk mencapai tujuan,
8.       mewakili kelompok
9.      Memberi tanggung jawab,
10.   menciptakan rasa aman dan
11.  sebagai ahli dalam bidang yang dipimpinnya..

Secara umum pemimpin kelompok dituntut untuk dapat memainkan peranannya sebagai berikut:
1.      Pemimpin kelompok dapat memberikan bantuan, pengarahan ataupun campur tangan langsung terhadap kegiatan kelompok. Campur tangan ini meliputi, baik hal-hal yang bersifat isi dari yang dibicarakan maupun mengenai proses.
2.      Pemimpin kelompok memusatkan perhatian pada suasana perasaan yang berkembang dalam kelompok itu, baik perasaan anggota-anggota tertentu maupun keseluruhan kelompok.
3.      Jika kelompok itu tampaknya kurang menjurus kearah yang dimaksudkan maka pemimpin kelompok perlu memberikan arah yang dimaksud.
4.      Pemimpin kelompok juga perlu memberikan tanggapan tentang berbagai hal yang terjadi dalam kelompok, baik yang bersifat isi maupun proses.
5.      Pemimpin kelompok diharapkan mampu mengatur”lalu lintas” kegiatan kelompok, pemegang aturan permainan,pendamai dan pendororng kerjasama serta suasana kebersamaan.
6.      Sifat kerahasiaan dari kegiatan kelompok itu dengan segenap isi dan kejadian-kejadian yang timbul didalamnya, juga menjadi tanggung jawab pemimpin kelompok.

Sebagai pemimpin kelompok, seseorang harus berperan mendorong
anggota beraktivitas sambil memberi sugesti dan semangat agar tujuan dapat tercapai.
Segala masukan yang datang dari luar, baik berupa ide atau gagasan, tekanan-tekanan,
maupun berupa materi, semuanya harus diproses di bawah koordinasi pemimpin. Untuk ini, pemimpin perlu berperan:
(1)   sebagai penggerak (aktivator),
(2)   sebagai pengawas,
(3)    sebagai pemberi semangat/kegembiraan, dan sebagai pemberi tanggung jawab kepada anggota.
Menurut Covey dalam (Kris Yuliani H 2002: 6) ada tiga peranan pemimpin dalam kelompok/organisasi antara lain
1. Pathfinding (pencarian alur), mengandung sistem nilai dan visi dengan kebutuhan pelanggan melalui suatu perencanaan strategis yang disebut the strategic pathway (jalur strategi).
2. Aligning (penyelarasan), upaya memastikan bahwa struktur, sistem dan operasional organisasi memberi dukungan pada pencapaian visi dan misi dalam memenuhi kebutuhan - pelanggan dan pemegang saham lain yang terlibat.
3. Empowerment (pemberdayaan), suatu semangat yang digerakkan dalam diri orang-orang yang mengungkapkan bakat, kecerdikan dan kreativitas laten, untuk mampu mengerjakan apapun dan konsisten dengan prinsip-prinsip yang disepakati untuk mencapai nilai, visi dan misi bersama dalam melayani kebutuhan pelanggan dan pemegang saham lain yang terlibat.
Peranan pemimpin kelompok yang sangat perlu dilaksanakan oleh seorang pemimpin kelompok yaitu:
(1)   Membantu kelompok dalam mencapai tujuannya:
(2)   Memungkinkan para anggota memenuhi kebutuhan
(3)    Mewujudkan nilai kelompok
(4)   Merupakan pilihan para anggota kelompok untuk mewakili pendapat mereka dalam interaksi dengan pemimpin kelompok lain
(5)    Merupakan seorang fasilitator yang dapat menyelesaikan konflik kelompok (Sulaksana 2002: 7).
Menurut Sondang (1999: 47-48), lima fungsi kepemimpinan yang dibahas secara singkat adalah sebagai berikut:
(1)   pimpinan selaku penentu arah yang akan ditempuh dalam usaha pencapaian tujuan,
(2)    wakil dan juru bicara organisasi dalam hubungan dengan pihak-pihak di luar organisasi,
(3)   pimpinan selaku komunikator yang efektif,
(4)   mediator yang handal, khususnya dalam hubungan ke dalam, terutama dalam menangani situasi konflik,
(5)    pimpinan selaku integrator yang efektif, rasional, objektif dan netral
.
2.5.KUALIFIKASI PEMIMPIN KELOMPOK YANG EFEKTIF.
            Untuk dpat menjadi pemimpin kelompok yang efektif diperlukan syarat – syarat yang tertentu yang mencakup syarat kepribadian dan ketrampilan – ketrampilan tertentu. Berikut inni beberapa cirri kepribadian yang perlu dimiliki oleh pemimpin kelompok yang efektif yang disarikan dari pendapat Corey dan Corey (1987) :
1.      Keberanian.
2.      Dapat dijadikan contoh.
3.      Kehadiran.
4.      Menhargai dan mempedulikan.
5.      Percaya terhadap kegunaan proses kelompok.
6.      Keterbukaan.
7.      Tidak mempertahankan diri dalam menghadapi serangan.
8.      Kekuatan pribadi.
9.      Stamina.
10.  Kemauan untuk mencari pengalaman-pengalaman baru.
11.  Kesadaran diri.
12.  Rasa humor.
13.  Kemampuan menemukan sesuatu yang baru.



 BAB III
PENUTUP


3.1 Kesimpulan

Seorang pemimpin harus dapat melakukan sesuatu bagi anggotanya sesuai dengan jenis kelompok yang dipimpinnya. Pemimpin kelompok dapat memberikan bantuan, pengarahan ataupun campur tangan langsung terhadap kegiatan kelompok, memusatkan perhatian pada suasana perasaan yang berkembang dalam kelompok itu, memberikan tanggapan tentang berbagai hal yang terjadi dalam kelompok, mampu mengatur ”lalu lintas” kegiatan kelompok, dan sifat kerahasiaan dari kegiatan kelompok itu dengan segenap isi dan kejadian-kejadian yang timbul didalamnya, juga menjadi tanggung jawab pemimpin kelompok.

Daftar pustaka

Prayitno, 1995. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok (Dasar dan Profil), Padang: Galia        Indonesia


http;/r-doc.blongspot.com/2009/12/peranan-pemimpin-dalam-kelompok.html#ixzz12fbpCqeJ


Rabu, 16 Mei 2012

Profil Konselor yang Profesional Upaya Menuju Profesionalisasi Konseling


 
“Profil Konselor yang Profesional Upaya Menuju Profesionalisasi Konseling”

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
            (Prayitno, 2004:38), mengatakan profesi merupakan suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian dari para petugasnya. Profesi juga diartikan sebagai suatu pekerjaan atau karir yang bersifat pelayanan bantuan keahlian dengan tingkat kelipatan yang tinggi untuk kebahagiaan pengguna berdasarkan norma-norma yang berlaku (Dirjen Dikti Depdikna, 2004 : 5). Jadi, dari pengertian tersebut maka dapat dirumuskan bahwa profesi merupakan suatu pekerjaan yang bersifat pelayanan bantuan yang menuntut keahlian dari para petugasnya. Ada beberapa istilah yang berkaitan dengan profesi, diantaranya adalah kata profesioanal, profesionalisasi, dan profesionalisme.
            Berbagai upaya memang harus diselenggarakan untuk mengembangkan pelayanan bimbingan dan konseling kearah pemenuhan persyaratan profesi itu, yakni berkenaan dengan unjuk kerja konselor dalam upaya menuju professionalisasi konseling.

2. Rumusan Masalah
            Didalam menyusun makalah ini penulis memberikan rumusan masalah untuk memudahkan penulis dalam hal penyusunan materi , sehingga tidak terjadi kerancauan dalam menyajikan materi. Adapun rumusan masalah antara lain :
a)      Apa pengertian profil seorang konselor ?
b)      Bagaimana pengertian dan ciri konselor yang profesional ?
c)      Bagaimana upaya menuju profesionalisasi konseling
d)     Bagaimana tugas profesionalisasi konseling ?

3. Tujuan
            Setelah mempelajari bab ini maka diharapkan dapat mengerti dan memahami wawasan tentang :
a)      Profil seorang konselor.
b)      Profesionalisasi pelayanan bimbingan dan konseling serta konselor.
c)      Pengembangan profesi bimbingan dan konseling.
d)     Tugas profesionalisasi konseling.

4. Kegunaan Penulisan
            Makalah ini sangat bermanfaat bagi sekolah, siswa, maupun konselor.
a)      Bagi Sekolah
Dengan adanya keprofesionalisasian proses bimbingan dan konseling menjadi lancar.
b)      Bagi Siswa
Siswa dapat memahami dan menyelesaikan masalahnya sendiri dengan adanya bantuan dari bimbingan dan konseling.
c)      Bagi Konselor
Konselor dapat memahami karakteristik setiap siswa.

BAB II
PEMBAHASAN


A. Profil Seorang Konselor

            Profil yang menampilkan ciri-ciri seorang konselor yang dikenal sejak lama. Tahun 1994 Graves telah menunjukkan bahwa seorang konselor hendaknya memilki integritas dan vitalitas, gesit, dan terampil, memiliki kemampuan menilai dan memperkirakan secara tajam, standar personal yang tinggi, terlatih dan berpengalaman luas. Dowson (1984) melihat bahwa konselor perlu memilki ciri-ciri objektif, menghormati anak, memahami dirinya sendiri, matang dalam menilai dan memperkirakan, mampu mendengar dan menyimpan rahasia, teguh dalam pendirian, mempunyai rasa humor, mampu mengeritik secara membangun, serta memiliki kepribadian yang matang dan terintegrasikan. Pada itu juga telah dikenal 24 ciri yang menonjol dari seorang konselor, diantaranya : jujur, setia, sehat, berkepribadian dan berwatak baik, memiliki filsafat hidup yang mantab, serta mamiliki sikap bahwa apa yang dilakukannya itu merupakan suatu hal yang harus dilakukannya.
            Konselor juga digambarkan sebagai orang yang memiliki sifat-sifat kewanitaan atau keibuan (Farson, 1954), seperti lembut, menyenangkan, suka memberi dan tidak banyak menuntut dan sebagainya. Rumusan yang diberikan oleh ASCA (1964) tentang sifat dasar dan pekerjaan konselor ialah sebagai “ misi dengan keterkaitannya yang mendalam terhadap nilai-nilai kemanusiaan”.
            Munro, Manthei, dan small (1979) mengutarakan beberapa hal yang menyangkut profil konselor.
Mereka menyatakan bahwa walaupun tidak ada pola yang tegas tentang sifat-sifat atau cirri-ciri kepribadian yang harus dimiliki oleh konselor yang efektif, tetap sekurang-kurangnya seorang konselor haruslah memiliki sifat-sifat luwes, hangat, dapat menerima
orang lain, terbuka, dapat merasakan penderitaan orang lain, mengenal dirinya sendiri, tidak berpura-pura, menghargai orang lain, tidak mau menang sendiri dan objektif.
 Penelitian terhadap ciri-ciri kepribadian ini sangat sulit karena adanya berbagai
 faktor, seperti ketidaksamaan bahasa, masalah-masalah pembandingan dan pengukuran dan masalah pemakaian hasil penelitian itu sendiri.

Konselor Sebagai Model
            Penampilan model dapat dilakukan dalam semua suasana belajar. Penampilan model ini merupakan cara belajar yang dilakukan dengan cara meniru perbuatan-perbuatan atau perilaku orang lain. Konseli meniru perbuatan konselor, proses ini tidak dapat dihindari dan diluar kekuasaan konselor.  Seorang konselor hendaknya menyadari dan menerima dirinya, dan berbagai tingkah lakunya. Sehingga penampilannya itu sebagai model yang mantap. Yang berguna bagi hubungan pemecahan masalah secara efektif. Konselor yang efektif adalah konselor yang dapat menciptakan hubungan yang bersifat mambantu, tanpa tekanan dari konselinya, sehingga konselor dan konseli bersama-sama dapat merasa nyaman, aman, tenteram untuk saling berhubungan secara bebas dan spontan.

KONSELOR SEKOLAH
Konselor sekolah adalah tenaga professional, pria maupun wanita yang mendapat pendidikan khusus bimbingan dan konseling, secara ideal berijasah sarjana dari FIP-IKIP atau jurusan/program studi bimbingan dan konseling sekolah, dan jurusan/program studi psikologi pendidikan dan bimbingan, serta jurusan-jurusan /program studi yang sejenis. Para tamatan tersebut setelah bertugas di sekolah adalah menjadi tenaga professional. “Tenaga ini dapat disebut “full-time guidance couenselor”, karena seluruh waktu dan perhatiannya dicurahkan pada pelayanan bimbingan dan karena dialah menjadi penyuluh utama di sekolah”. (W.S.Winkel.S.J,Sc.,1981).

A.Tugas-tugas Konselor Sekolah
            Secara terperinci tugas-tugas, tanggung jawab dan wewenang konselor sekolah dalam pelaksanaan layanan bimbingan sekolah, meliputi :
a)      Mengkoordinir penyusunan program bimbingan di sekolah.
b)      Melaksanakan bimbingan kelompok maupun bimbingan individual (wawancara konseling)
c)      Membantu siswa yang menghadapi kesulitan dalam membuat rencana pendidikan, pekerjaan dan jabatan atau karir.
d)     Membantu siswa untuk memahami dan mengadakan penyesuaian kepada diri sendiri, lingkungan sekolah dan lingkungan sosial.
e)      Menyelenggarakan pertemuan dan mengadakan konsultasi dengan guru bidang studi, wali kelas dan staf sekolah lainnya tentang masalah dan perkembangan pribadi siswa.

B.Persyaratan Konselor Sekolah.
            Seorang konselor sekolah haruslah memenuhi persyaratan tertentu, antara lain :
1.Persyaratan Pendidikan Formal
a)      Pendidikan
Secara professional seorang konselor sekolah hendaknya telah mencapai tingkat pendidikan sarjana bimbingan. Dalam masa pendidikannya pada institusi bersangkutan seorang konselor harus menempuh mata kuliah tentang prinsip-prinsip dan praktek bimbingan. Dan bidang yang harus dikuasai antara lain :
1.proses konseling
2.pemahaman individu
3.informasi dalam bidang pendidikan, pekerjaan, dan jabatan atau karir.
4.administrasi dan kaitannya dengan program bimbingan.
5.prosedur penelitian dan penilaian bimbingan.
b)      Pengalaman
Seorang konselor sekolah yang professional hendaknya telah memilki pengalaman mengajar atau melaksanakan praktek konseling salama dua tahun, ditambah satu tahun pengalaman bekerja di luar bidang persekolahan, tiga bulan sampai enam bulan praktek konseling yang diawasi oleh team pembimbing atau praktek intership, dan pengalaman-pengalaman yang ada kaitannya dengan kegiatan sosial, seperti kegiatan sukarela dalam masyarakat, bekerja dengan orang lain, dan menunjukkan kemampuan memimpin dengan baik.
c)      Kecocokan Pribadi
Sifat-sifat pribadi atau kualifikasi pribadi yang harus dimiliki oleh seorang konselor sekolah dalam kaitannya dengan persyaratan formal nampak dalam empat kelompok, yaitu :
1)      Bakat Skolastik (Scholastic aptitude) yang dimiliki seorang konselor harus baik, sehingga mereka akan dapat menyelesaikkan studinya di perguruan tinggi dengan hasil yang memuaskan.
2)      Minat (interest) yang mendalam untuk bekerjasama dengan orang lain.
3)      Kegiatan-kegiatan (activities) yang dilakukannya.
4)      Faktor kepribadian (personality factors). Seoarang konselor harus memiliki kematangan emosi, yang dapat diteliti dari situasi kehidupan kepribadiannya, kesabaran, keramahan, keseimbangan batin, tidak lekas menarik diri dari situasi yang rawan, cepat tanggap terhadap kritik, humor dan sebagainya.

2.Persyaratan Kepribadian
1)      Memiliki pemahaman terhadap orang lain secara obyektif dan simpati.
2)      Memiliki kemampuan untuk bekerjasama dengan orang lain secara baik dan lancar.
3)      Memahami batas-batas kemampuan yang ada pada dirinya sendiri.
4)      Memilki minat yang mendalam mengenai murid-murid dan berkeinginan sungguh-sungguh untuk memberikan bantuan kepada mereka.
5)      Memiliki kedewasan pribadi, spiritual mental, sosial, dan fisik.

3.Persyaratan Sifat dan Sikap
1)      Sifat dan sikap unuk menerima klien sebagaimana adanya (acceptance).
2)      Penuh pengertian atau pemahaman terhadap klien secara jelas.
3)      Benar dan menyeluruh dari yang diungkapkan oleh klien,
4)      Kesungguhan serta mengkomunikasikan pemahamannya tentang bagaimana klien berusaha untuk mengekspresikan dirinya.
5)      Mempunyai sikap yang ramah, supel, fleksibel yang harus dimiliki oleh seorng konselor sekolah.

B. Pengertian dan Ciri-Ciri Profesi
            Istilah “profesi” memang selalu menyangkut pekerjaan, tetapi tidak semua pekerjaan dapat disebut sebagai profesi. Untuk mencegah kesimpangsiuran tentang arti profesi dan hal-hal yang bersangkutan dengan itu, berikut ini dikemukakan beberapa istilah dan ciri-ciri profesi.

1. Beberapa istilah tentang profesi
            Berkaitan dengan “profesi” ada beberapa istilah yang hendaknya tidak dicampuradukkan, yaitu profesi, professional, profesionalisme, profesionalitas, dan profesionalisasi.
            “Profesi” adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian dari para petugasnya. Artinya, pekerjaan yang disebut profesi itu tidak bisa dilakukan oleh orang  yang tidak terlatih dan tidak disiapkan secara khusus terlebih dahulu untuk melakukan pekerjaan itu.
            “Profesional” menunujuk pada dua hal. Pertama, orang yang menyandang suatu profesi ; misalnya sebutan dia seorang “professional”. Kedua, penampilan seorang dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesnya. Dalam pengertian yang kedua ini, istilah professional sering dipertentangkan dengan istilah non professional atau amatiran.
            “Profesionalisme” menunjuk pada komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus-menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya.
            “Profesionalitas” mengacu kepada sikap para anggota suatu profesi terhadap profesinya serta derajat pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki dalam rangka melakukan pekerjaannya.
            “Profesionalisasi” menunjuk pada proses peningkatan kualifikasi maupun kemampuan para anggota suatu profesi dalam mencapai criteria yang standard penampilanya sebagai anggota suatu profesi. Profesionalisasi paa dasarnya merupakan serangkaian proses pengembangan keprofesionalan, baik dilakukan melalui pendidikan/latihan pra-jabatan maupun pendidikan/latihan dalam jabatan. Oleh sebab itu, profesionalisasi merupakan proses yang berlangsung sepanjang hayat tanpa henti.

2. Ciri-Ciri Profesi
            Suatu jabatan atau pekerjaan disebut profesi apabila ia memiliki syarat-syarat atau ciri-ciri. Sejumlah ahli seperti Mc.Cully, 1963; Tolbert, 1972; dan Nugent, 1981, telah merumuskan syarat-syarat dari suatu profesi antara lain :
a)      Suatu profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang memiliki fungsi dan kebermaknaan social yang sangat menentukan.
b)      Untuk mewujudkan fungsi tersebut pada butir di atas para anggotanya (petugasnya dalam pekerjaan itu) harus menampilkan pelayanan yang khusus yang didasarkan atas teknik-teknik intelektual, dan ketrampilan-ketrampilan tertentu yang unik.
c)      Penampilan pelayanan tersebut bukan hanya dilakukan secara rutin saja, melainkan bersifat pemecahan masalah atau penanganan situasi kritis yang menuntut pemecahan dengan menggunakan teori atau metode ilmiah.
d)     Para anggotanya mempunyai kerangka ilmu yang sama yaitu yang didasarkan atas ilmu yang jelas, dan eksplisit; bukan hanya didasarkan atas akal sehat (common sence) belaka.
e)      Untuk dapat menguasai kerangka ilmu itu diperlukan pendidikan dan latihan dalam jangka waktu yang cukup lama.
f)       Para anggotanya secara tegas dituntut memiliki kompetensi minimum melalui prosedur seleksi, pendidikan dan latihan, serta lisensi maupun sertifikasi.

C. Pengembangan Profesi Bimbingan dan Konseling
            Diyakini bahwa pelayanan bimbngan dan konseling adalah suatu profesi yang dapat memenuhi ciri-ciri dan persyaratan tersebut. Namun, berhubung dengan perkembangannya yang masih tergolong baru, terutama di Indonesia, dewasa ini pelayanan bimbingan dan konseling belum sepenuhnya mencapai persyaratan yang diharapkan itu. Sebagai profesi yang handal, bimbingan dan konseling masih perlu diperkembangkan, bahkan diperjuangkan.
            Pengembangan profesi bimbingan dan konseling antara lain melalui :
a)      Standarisasi Untuk Kerja Profesional Konselor
Masih banyak orang yang memandang bahwa pekerjaan bimbingan dan
konseling dapat dilakukan oleh siapapun juga, asalkan mampu berkomunikasi dan berwawancara. Anggapan lain mengatakan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling semata-mata diarahkan pada pemberian bantuan berkenaan dengan upaya pemecahan masalah dalam arti yang sempit saja. Ini jelas merupakan anggapan yang keliru. Pelayanan bimbingan dan konseling tidak semata-mata diarahkan pada pemecahan masala saja, tetapi mencakup berbagai jenis layanan dan kegiatan yang mengacu kepada terwujudnya fungsi-fungsi yang luas. Berbagai jenis bantuan dan kegiatan menurut adanya unjuk kerja professional.
b)      Standarisasi Penyiapan Konselor
Tujuan penyiapan ialah agar para konselor memiliki wawasan dan menguasai serta dapat melaksanakan dengan sebaik-baiknya. Penyiapan konselor itu dilakukan melalui program pendidikan prajabatan, program penyetaraan, ataupun pendidikan dalam jabatan (seperti penataran). Khusus tentang penyiapan konselor melalui program pendidikan dalam jabatan, waktunya cukup lama, dimulai dari seleksi dan penerimaan calon mahasiswa yang akan mengikuti program sampai para lulusannya diwisuda. Program pendidikan prajabatan konselor adalah jenjang pendidikan tinggi.
c)      Akreditasi
Lembaga pendidikan konselor perlu diakredtasi untuk menjamin mutu lulusannya. Akreditasi itu meliputi penilaian terhadap misi, tujuan, struktur dan isi program, jumlah dan mutu pengajar, prosedur, seleksi , mutu penyelenggaraan program, penilaian keberhasilan mahasiswa dan kebehasilan program, potensi pengembangan lembaga, unsur-unsur penunjang, dan hubungan masyarakat. Untuk dapat diselenggarakannya akreditasi secara baik perlu terlebih dahulu ditetapka standar pendidikan konselor yang berlaku secara nasional. Penyusunan standar ini menjadi tugas bersama organisasi profesi bimbingan dan konseling dan pemerintah.
Akreditasi dkenakan terhadap lembaga pendidikan, baik milik swasta maupun pemerintah. Penyelenggara akreditasi ialah pemerintah dengan bantuan organisasi profesi bimbingan dan konseling. Tujuan :
1)      Untuk menilai bahwa program yang ada memenuhi standar yang ditetapkan oleh profesi.
2)      Untuk menegaskan misi dan tujuan program.
3)      Untuk menarik konselor dan tenaga pengajar yang bermutu tinggi.
4)      Untuk membantu para lulusan memenuhi tuntutan kredensial, seperti lesensi.
5)      Untuk meningkatkan kemampuan program dan pengakuan terhadap program tersebut.
d)     Sertifikasi dan Lisensi
Sertifikasi merupakan upaya lebih lanjut untuk lebih memantapkan dan menjamin profesionalisasi bimbingan dan konseling. Para lulusan pendidikan konselor yang akan bekerja dilembaga-lembaga pemerintah, misalnya di sekolah-sekolah diharuskan menempuh program sertifikasi yang diselenggarakan oleh pemerintah. Sedangkan mereka yang hendak bekerja diluar lembaga atau badan pemerintah diwajibkan memperoleh lisensi atau sertifikat kredensial dari organisasi profesi bimbingan dan konseling. Hal ini semua dimaksudkan untuk menjaga profesionalitas para petugas yang akan menangani pelayanan bimbingan dan konseling.
e)      Pengembangan Organisasi Profesi
            Organisasi profesi adalah himpunan orang-orang yang mempunyai profesi sama, sesuai dengan dasar pembentukan dan sifat organisasi itu sendiri, yaitu profesi dan professional, maka tujuan organisasi profesi menyangkut hal-hal yang berbau keilmuannya. Organisasi profesi tidak berorientasi pada keuntungan ekonomi profesi ataupun pada penggalangan kekuatan politik, ataupun keuntungan-keuntungan yang bersifat material lainnya. Tujuan organisasi profesi dapat dirumuskan kedalam “Tri Darma Organisasi Profese”, yaitu :
1.pengembangan ilmu.
2.pengembangan pelayanan.
3.penegakan kode etik professional.
                                  
D. Tugas Profesional Konseling
               Mc Cully (1969) memandang bahwa bidang layanan bimbingan dan konseling harus mampu menempuh dan berhasil dalam enam “tugas perkembangan” apabila konselor tersebut hendak melaksanakan bidang pekerjaan yang benar-benar professional.
a.     Layanan sosial yang unik yang ditampilkan oleh konselor harus dirumuskan sedemikian rupa sehingga jelas memperlihatkan perbedaanya dari pelayanan ahli atau petugas lain.
b.  Standar seleksi dan latihan bagi calon konselor dikembangkan, standar ini harus mendapat persetujuan baik dari kelompok professional maupun dari lembaga yang mempersiapkan tenga konselor professional.
c.      Agar standar seleksi dan latihan itu bermanfaat dan menemui sasarannya perlu merumuskan prosedur akreditasi terhadap lembaga penyiapan konselor.
d.  Untuk meyakinkan para pemakai jasa konseling bahwa konselor-konselor yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan konselor itu memang memiliki paling tidak kompetensi minimum sebagai konselor professional.
e. Konselor yang telah memiliki kualifikasi sebagai konselor profeional harus secara aktif memperjuangkan pengembangan dan penyelenggaraan  kebebasan (otonomi) professional yang memungkinkannya melaksanakan layanan khusus yang menjadi kewajibannya.
f.   Kelompok konselor harus memiliki dan menerapkan kode etik yang mengatur dan mengontrol perilaku para anggotanya.


 
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan

            Pendidikan konselor perlu mendapatkan perhatian yang seksama, terutama dari profesi konseling sendiri. Profil konselor yang dibina adalah yang dijiwai leh nilai-nilai luhur pancasila. Untuk ini semua lembaga pendidikan konseling harus mampu menangkap tuntutan masyarakat dalam keadaannya yang sedang berlangsung sekarang dan memadukannya dengan pancasila sebagai filsafat dan moral dasar dalam menyiapkan konselor untuk masa depan.


daftar pustaka :
 
Prayitno. 1995. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelopmpok (Dasar dan Profil), Jakarta : Ghalia Indonesia.
Sukardi, Dewa Ketut. 1983. Organisasi Administrasi Bimbingan Konseling di Sekolah. Surabaya : Usaha Nasional.